Kategori:
Grand Slipi Tower, Unit 36-E Perkantoran. Jalan. Kota Adm Jakarta Barat
Grand Slipi Tower, Unit 36-E Perkantoran. Jalan. Kota Adm Jakarta Barat


Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) resmi mengajukan Permohonan Judicial Review (Hak Uji Materiil) terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 54 Tahun 2025, ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Permohonan tersebut telah diterima dan diregister dengan Nomor APP-2025-000045.
Permohonan ini diajukan oleh tiga pengurus IWPI, yaitu Rinto Setiyawan, A.Md.T., S.H. (Ketua Umum, Pemohon I), Fungsiawan, S.E., M.Ak., BKP (Penasihat, Pemohon II), dan Yustinus Wibowo Saputra (anggota, Pemohon III). Ketiganya bertindak sebagai Wajib Pajak sekaligus mewakili kepentingan organisasi yang menaungi ribuan Wajib Pajak di seluruh Indonesia.
IWPI menilai bahwa kewajiban penggunaan SIAP/Coretax sebagaimana diatur dalam PMK 81/2024 jo. PMK 54/2025 tidak memiliki dasar hukum yang tegas dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Istilah maupun konsep Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) tidak tercantum di dalam UU KUP, sehingga pemaksaan kewajiban melalui PMK dianggap sebagai perluasan kewenangan yang bertentangan dengan prinsip lex superior derogat legi inferiori.
Selain persoalan legalitas, IWPI juga menyoroti ketidaksiapan dan berbagai gangguan teknis SIAP/Coretax, yang menghambat pemenuhan kewajiban perpajakan. Gangguan seperti login error, keterlambatan input, error sistem, hingga terhambatnya pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan telah menimbulkan potensi sanksi yang tidak adil bagi Wajib Pajak.
IWPI menilai bahwa kebijakan a quo bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), khususnya asas kepastian hukum, keadilan dan proporsionalitas, serta asas efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
IWPI juga mengidentifikasi lima bentuk kerugian yang dialami para Pemohon dan anggota IWPI, yaitu:
Berdasarkan kerugian tersebut, IWPI menegaskan bahwa legal standing para Pemohon terpenuhi karena mereka terdampak langsung sekaligus mewakili kepentingan publik Wajib Pajak.
Dalam petitumnya, IWPI meminta Mahkamah Agung untuk:
IWPI menegaskan bahwa langkah hukum ini bukan bentuk penolakan terhadap digitalisasi sistem perpajakan, melainkan upaya mendorong kebijakan yang tepat, sah secara hukum, tidak tergesa-gesa, dan tidak membebani Wajib Pajak. IWPI berharap Mahkamah Agung dapat memberikan putusan yang mengembalikan kepastian hukum dan memastikan modernisasi perpajakan berjalan sesuai prinsip keadilan dan kepentingan publik.
Kategori: