Grand Slipi Tower, Unit 36-E Perkantoran. Jalan. Kota Adm Jakarta Barat

image

Jakarta - Dalam dunia birokrasi Indonesia, kegagalan proyek strategis ternyata tidak selalu menjadi akhir karier. Buktinya, Suryo Utomo, yang memimpin peluncuran aplikasi CoreTax senilai Rp1,3 triliun yang bermasalah, justru dipromosikan menjadi Kepala Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan (BTIIK) Kementerian Keuangan pada 23 Mei 2025. Promosi ini menuai kritik tajam dari pengamat dan praktisi, yang menilai langkah tersebut mengabaikan prinsip meritokrasi dan logika tata kelola proyek teknologi.

 

CoreTax: Proyek Ambisius yang Dipenuhi Masalah

CoreTax, sistem administrasi perpajakan digital yang diluncurkan sejak 1 Januari 2025, dianggap sebagai proyek ambisius Kementerian Keuangan untuk modernisasi layanan pajak. Namun, implementasinya diwarnai serangkaian kegagalan teknis. Di antaranya adalah gangguan sistem berulang: aplikasi sering mengalami error, gagal login, dan transaksi tertunda. Pada 18 Mei 2025, CoreTax bahkan tak bisa diakses selama 7 jam.

 

Bahkan saat rapat dengar pendapat antara Komisi XI DPR RI dengan Dirjen Pajak pada 7 Mei 2026, Dirjen Pajak memaparkan bahwa dari 21 proses bisnis dalam CoreTax, yang selesai 100 persen baru 3 proses bisnis, atau sekitar 14 persen.

 

Selain itu, juga terjadi kesalahan data, di mana data Wajib Pajak A masuk ke akun Wajib Pajak B, yang memicu keluhan dan potensi pelanggaran privasi data. Masalah lain adalah adanya celah keamanan. Dirjen Pajak waktu itu, Suryo Utomo, mengakui adanya celah keamanan yang memerlukan intervensi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

 

Menurut Rinto Setiyawan, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), akar masalah CoreTax terletak pada logika terbalik dalam perencanaannya. “Idealnya, proses bisnis dan regulasi disiapkan dulu, baru teknologi dibeli. Tapi DJP di bawah Suryo justru belanja teknologi dulu, lalu proses bisnis dan regulasi dipaksa mengekor. Hasilnya, sistem kacau,” ujarnya.

 

Promosi Kontroversial dan Kritik Meritokrasi

Padahal, kegagalan CoreTax berdampak signifikan. Laporan Komisi XI DPR menyebutkan, gangguan sistem ini berkontribusi pada penurunan realisasi penerimaan pajak triwulan I-2025 sebesar 12% dibandingkan target. Namun, alih-alih direview, Suryo justru mendapat promosi ke BTIIK—badan baru yang bertugas mengawal transformasi digital Kemenkeu.

 

Erick Karya, praktisi TI dari PT Enygma Solusi Negeri, yang mengamati sistem CoreTax, menyebut promosi ini sebagai parodi meritokrasi. “Ini seperti menunjuk sopir yang gagal mengantarkan mobil ke tujuan untuk jadi kepala dinas bidang transportasi. Logika right man in the right place diabaikan,” kritiknya.

 

Ia menambahkan, kelemahan Suryo dalam proyek CoreTax seharusnya menjadi alarm. Kurangnya uji coba namun tetap dipaksakan launching, mencerminkan koordinasi buruk dalam instansi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Integrasi data dengan sistem lama DJP Online pun tidak dilakukan secara matang.

 

Potensi Pelanggaran Hukum dan Dampak Jangka Panjang

Masalah CoreTax bukan sekadar teknis. Rinto Setiyawan menilai, kesalahan penagihan pajak ke Wajib Pajak yang salah berpotensi melanggar UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan Pasal 34 UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). “Jika data pajak saya masuk ke orang lain, ini pelanggaran serius. DJP bisa dipidanakan,” tegasnya. Selain itu, kegagalan ini mengikis kepercayaan publik.

 

Pembelaan Kemenkeu: Pengalaman Kegagalan adalah Aset

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membela promosi Suryo dengan argumen pengalaman menangani krisis. “BTIIK butuh pemimpin yang paham kompleksitas transformasi digital, termasuk risikonya. Pak Suryo telah belajar banyak dari CoreTax,” kata Sri Mulyani dalam pelantikan Suryo.

 

Ia juga menekankan bahwa Suryo akan tetap mendukung Dirjen Pajak baru, Bimo Wijayanto, untuk memperbaiki CoreTax. “Kami bekerja tim. Tak ada yang bekerja sendiri-sendiri di Kemenkeu,” tambahnya.

Kategori: