Grand Slipi Tower, Unit 36-E Perkantoran. Jalan. Kota Adm Jakarta Barat

image

Malang, 3 Juni 2025 — Sidang perdana perkara gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh PT Arion Indonesia terhadap tiga aparatur sipil negara (ASN) dari Kementerian Keuangan, yakni Wisnoe Prasetijo, Hartini Sulistyaningsih, dan Egson Wahyu Bakoro, digelar di Pengadilan Negeri Malang pada Selasa, 3 Juni 2025. Namun, ketiganya tidak menghadiri sidang tanpa memberikan alasan yang jelas, sehingga memunculkan pertanyaan serius terkait penghormatan terhadap proses hukum oleh pejabat publik.

Sidang yang tercatat dalam Nomor Perkara 164/Pdt.G/2025/PN Mlg ini dijadwalkan dimulai pukul 09.00 WIB, sebagaimana tertera dalam surat panggilan resmi. Akan tetapi, baru dimulai sekitar pukul 14.30 WIB dan berlangsung singkat selama kurang lebih 30 menit.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Achmad Soberi, S.H., M.H., didampingi dua hakim anggota yakni Fitra Dewi Nasution, S.H., M.H. dan Patanuddin, S.H., M.H. Meski para tergugat absen, pihak penggugat dari PT Arion Indonesia hadir lengkap, terdiri dari Rudi Yulianto (Direktur), Rinto Setiyawan (Komisaris), dan Syaifudin Luqman (Karyawan). Agenda sidang kali ini adalah pengecekan legal standing para pihak, dan legal standing dari PT Arion Indonesia dinyatakan sah oleh majelis hakim.

Hakim ketua kemudian menutup persidangan dan menjadwalkan sidang lanjutan pada 17 Juni 2025. Hakim juga menyatakan bahwa untuk para pihak yang hadir, panggilan telah dianggap sah, sedangkan ketidakhadiran tergugat dapat menimbulkan konsekuensi hukum jika terus berlangsung tanpa alasan.

Ketidakhadiran Pejabat: Sebuah Pelanggaran?

Ketidakhadiran Wisnoe, Hartini, dan Egson dalam sidang pertama ini menimbulkan kritik tajam dari kalangan akademisi dan praktisi hukum. Menurut Dr. Alessandro Rey, pakar hukum pajak, ketidakhadiran pejabat negara dalam perkara hukum perdata bukan hanya kelalaian administratif, tetapi juga berpotensi menjadi pelanggaran hukum dan etika jabatan.

Dr. Rey menjelaskan beberapa poin pelanggaran yang dapat dikenakan atas ketidakhadiran tergugat tanpa alasan sah:

1.         Mengabaikan Proses Hukum / Contempt of Court

Ketidakhadiran tanpa alasan jelas dapat dipandang sebagai bentuk penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court). Ini mencerminkan sikap tidak menghormati supremasi hukum dan proses peradilan yang sedang berlangsung.

2.         Pelanggaran terhadap Asas Pemerintahan yang Baik (Good Governance)

Tindakan tersebut bertentangan dengan asas-asas penting dalam tata kelola pemerintahan seperti asas kepastian hukum, tanggung jawab, dan keterbukaan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.

3.         Kelalaian Jabatan / Maladministrasi

Ketidakhadiran dapat diklasifikasikan sebagai bentuk maladministrasi, yaitu pengabaian tanggung jawab hukum yang melekat pada jabatan publik.

4.         Merugikan Posisi Hukum Sendiri

Dalam hukum acara perdata, ketidakhadiran tergugat dapat berdampak negatif terhadap kedudukan hukumnya sendiri, termasuk kemungkinan majelis hakim menjatuhkan putusan verstek jika ketidakhadiran terus berlanjut.

5.         Pelanggaran Disiplin ASN

Sebagai ASN, para tergugat memiliki kewajiban untuk menghormati dan mematuhi hukum. Ketidakhadiran tanpa alasan jelas bisa berujung pada sanksi disiplin atau etik berdasarkan ketentuan kepegawaian.

Gugatan: Dugaan Penyimpangan dalam Pemeriksaan Pajak

Gugatan PT Arion Indonesia terhadap tiga ASN tersebut didasarkan pada dugaan bahwa ketiganya menyalahgunakan kewenangan dalam proses pemeriksaan pajak, yang melanggar ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) beserta perubahannya.

Pasal tersebut mendefinisikan pemeriksaan sebagai:

“Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan”

PT Arion Indonesia menduga bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan oleh para tergugat tidak dilaksanakan secara objektif dan profesional, bahkan menyimpang dari standar hukum yang berlaku. Oleh karena itu, perusahaan menuntut pertanggungjawaban secara hukum atas tindakan yang diduga sebagai perbuatan melawan hukum.

Sidang berikutnya dijadwalkan pada 17 Juni 2025. Publik dan pemerhati hukum akan menanti apakah para tergugat akhirnya akan hadir dan memberikan jawaban atas tuduhan yang diajukan, atau justru terus menunjukkan sikap mengabaikan proses hukum yang bisa memperkuat dugaan adanya pelanggaran etik dan hukum yang lebih dalam.

Kategori: